Rabu, 22 Juli 2015

Wajib Belajar 12 Tahun Diamanatkan Nawacita



Jakarta, Kemendikbud --- Jelang memasuki tahun ajaran baru 2015/2016,  dalam Nawacita diamanatkan penerapan Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun. Merujuk pada Nawacita tersebut, penerapan Wajib Belajar 12 tahun sudah harus dimulai di semua sekolah di jenjang dengan pendidikan menengah. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad dalam rapat koordinasi dengan kepala dinas pendidikan se-Indonesia di Kantor Kemendikbud Jakarta, Jumat (10/07/2015). “Arahan khusus Presiden Joko Widodo yang eksplisit tersebut harus kita tindaklanjuti,” ucapnya.

Amanah Wajib Belajar 12 tahun, kata Hamid, tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, bertujuan untuk memberikan layanan, perluasan, dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia usia sampai dengan 21 tahun sampai dengan jenjang pendidikan menengah .

“Untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun tersebut, pemerintah akan melakukan intervensi dengan target Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2020 sebesar 93,6 persen,” jelas Hamid. Hamid menambahkan, untuk mendukung intervensi terhadap wajib belajar tersebut perlu adanya peningkatan mutu pendidikan, sebagai upaya mewujudkan Wajib Belajar 12 tahun yang berkualitas. “Menjaga mutu wajib belajar ini nanti yang akan mengawal adalah Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP),” ujarnya.

Upaya lain dilakukan pemerintah untuk mewujudkan Wajib Belajar 12, jelas Hami. Pemerintah akan melakukan pembangunan gedung sekolah menengah,  sekitar 900 unit sekolah baru. Unit sekolah baru tersebut terdiri dari 450 untuk pendirian SMA, dan 450 SMK. Diharapkan dinas pendidikan provinsi mulai dari sekarang sudah harus memetakan daerah mana saja yang akan kita bangun SMA dan SMK di setiap kabupaten/kota. Hal ini sebagai upaya menjagkau anak-anak kita yang belum terlayani,” pungkas Hamid. (Seno Hartono)


Sumber : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/4366

Penumbuhan Budi Pekerti Lewat Kegiatan Non-Kurikuler


Jakarta, Kemendikbud --- Bersamaan dengan dimulainya tahun pelajaran 2015/2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan “Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti” melalui serangkaian kegiatan non kurikuler. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam kegiatan harian dan periodik wajib maupun pilihan untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai dan karakter positif. 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, ketika orangtua mengantarkan anaknya ke sekolah, maka saat itu pula terjadi penyerahan kepercayaan kepada guru dan sekolah untuk mendidik anaknya. Dan bagi sekolah, pendidikan juga bukan sekadar statistik semata. “Akan kita siapkan sekolah untuk juga menyambut orangtua,” kata Mendikbud beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Budi pekerti luhur yang diharapkan dapat tumbuh lewat gerakan ini mencakup beberapa hal, di antaranya: internalisasi nilai moral dan spiritual dalam kehidupan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air, interaksi positif antara peserta didik dengan guru dan orangtua, juga interaksi positif antar siswa. Selain itu, diharapkan pula tumbuhnya pengembangan potensi utuh siswa, pemeliharaan lingkungan sekolah yang mendukung iklim pembelajaran, dan pelibatan orangtua dan masyarakat.

Alur pembudayaan yang dilakukan dalam gerakan penumbuhan budi pekerti dimulai dengan diajarkan. Contoh kasus: hidup bersih. Siswa diajarkan tentang cara hidup bersih dan bahaya hidup kotor. Setelah diajarkan, mereka dibiasakan untuk membersihkan yang kotor dan membuang sampah pada tempatnya. Pembiasaan ini membutuhkan komitmen, sehingga anak dilatih untuk konsisten. Mereka diarahkan bila tidak mengerjakan, dan ditegur jika dilanggar.
Setelah menjadi kebiasaan, tanpa disadari anak-anak akan membersihkan dan membuang sampah pada tempatnya. Karena terbiasa bersih, mereka akan tidak nyaman melihat jika ada sampah yang tidak pada tempatnya. Saat itulah terbentuk karakter bersih yang berujung pada masyarakat yang berbudaya hidup bersih.

Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan dalam mendukung gerakan ini di sekolah dapat dimulai sejak sebelum memulai pembelajaran. Salah satu contohnya adalah membaca buku non-pelajaran sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Ketika pelajaran dimulai, diawali dengan berdoa yang dipimpin oleh siswa di bawah bimbingan guru. Juga, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional atau lagu terkini yang menggambarkan semangat cinta tanah air. Demikian pula ketika mengakhiri pembelajaran, peserta didik diajak untuk menyanyikan satu lagu daerah (dari seluruh nusantara), dan berdoa dipimpin bergantian oleh siswa di bawah bimbingan guru.

Selain kegiatan harian seperti disebutkan di atas, penumbuhan budi pekerti juga dilakukan dalam rutinitas mingguan sekolah. Misalnya, upacara bendera tiap hari Senin dan olah raga bersama seluruh warga sekolah minimal seminggu sekali. Ada pula pembiasaan baik yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat jadwal piket membersihkan kelas dan lingkungan sekolah secara bergantian.
Penumbuhan budi pekerti juga perlu didukung dengan pelibatan orangtua dan lingkungan masyarakat. Untuk itu perlu pertemuan wali kelas dan orangtua siswa untuk menjelaskan visi, misi, dan aturan sekolah serta tahapan belajar siswa. Siswa juga dapat dibiasakan belajar kelompok baik di sekolah maupun di rumah dengan sepengetahuan guru dan orangtua. 
Pembiasaan baik di masyarakat pun dapat dilakukan siswa dengan terlibat dalam memecahkan masalah nyata di lingkungan serta. Masyarakat dari berbagai profesi pun dapat berpartisipasi dengan berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswa di sekolah.

http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/4382

Pembelajaran Berdiferensiasi

  Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu m...