Jumat, 03 September 2010

Tentang Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: bahan yang dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan kondisi individual si pembelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga berpengaruh membantu tercapainya kompetensi secara optimal.

Proses belajar merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/peserta didik dengan penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek. Di antara masukan dan keluaran terdapat “black box" yang berupa proses belajar atau pendidikan.Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: bahan yang dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan kondisi individual si pembelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga berpengaruh membantu tercapainya kompetensi secara optimal.

Proses belajar merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/peserta didik dengan penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek. Di antara masukan dan keluaran terdapat “black box" yang berupa proses belajar atau pendidikan.

Pada dasarnya, belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Dengan belajar maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terben¬tuk, disesuaikan dan dikembangkan. Dari berbagai pandangan para ahli yang mencoba memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan bahwa belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu adanya perubahan tingkah laku, sifat perubahan yang rela¬tif permanen, dan perubahan yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifat¬nya. Jadi pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang (by design) maupun yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization). Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru. Hasil bela¬jar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar lainnya.

Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak manusia. Sebagai organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik yang dalam ujud strukturalnya terjadi secara genetik. Dalam perkembangan dan cara berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan objek belajar atau lingkungan. Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah inteligensi (kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun pada waktu anak manusia dilahirkan ia tidak memiliki ide atau konsep, namun konstitusinya memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui saluran pengalaman yang dibawa sejak lahir (Conny Semia-wan, 1988). Pada tahap awal perkembangan otak peserta didik, reaksi-reaksi berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan menjadi suatu organisasi mental yang semakin mantap dan terstruktur.

Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas, fungsi dan ciri setiap belahan otak adalah khusus dan membuat reaksi secara berbeda terhadap berbagai jenis pengalaman belajar. Keterlibatan otak sebelah kanan lebih tertuju pada variabel keseluruhan, holistik (utuh), imaginatif, sedangkan belahan otak sebelah kiri lebih berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional, linear dan teratur. Emosi, terletak dalam ke dua belahan otak dan memberi warna tertentu terhadap kejadian belajar yang dialami oleh seseorang. Bila keseimbangan berfungsinya kondisi otak terjaga, dengan melibatkan emosi, maka terjadilah belajar kreatif.

Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap pelaksanaan pembelajaran khususnya pada jenjang SMA, maka perlu dikemukakan sejumlah pandangan dari para ahli pendidikan dan pembelajaran. Ada tiga pakar pendidikan yang teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu John Dewey, Vygotsky, dan Ausubel.

Menurut Dewey (2001), tugas sekolah adalah memberi pengalaman belajar yang tepat bagi peserta didik. Selanjutnya ditegaskan bahwa tugas guru adalah membantu peserta didik menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain, termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar yang baru melalui pengalaman belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif peserta didik dan menjadi pengetahuan baru bagi peserta didik.

Menurut Vygotsky (2001), terdapat hubungan yang erat antara pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada pengertian yang lebih abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh pengalaman sehari-hari, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial.

Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke dalam memori jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru apabila memiliki makna. Pengalaman belajar adalah interakasi antara subjek belajar dengan objek belajar, misalnya peserta didik mengerjakan tugas membaca, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala, peristiwa, percobaan, dan sejenisnya. Agar pengalaman belajar yang baru menjadi pengetahuan baru, semua konsep dalam matapelajaran diusahakan memiliki nilai terapan di lapangan.

Summber : Bimtek KTSP



Pada dasarnya, belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Dengan belajar maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terben¬tuk, disesuaikan dan dikembangkan. Dari berbagai pandangan para ahli yang mencoba memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan bahwa belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu adanya perubahan tingkah laku, sifat perubahan yang rela¬tif permanen, dan perubahan yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifat¬nya. Jadi pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang (by design) maupun yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization). Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru. Hasil bela¬jar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar lainnya.

Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak manusia. Sebagai organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik yang dalam ujud strukturalnya terjadi secara genetik. Dalam perkembangan dan cara berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan objek belajar atau lingkungan. Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah inteligensi (kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun pada waktu anak manusia dilahirkan ia tidak memiliki ide atau konsep, namun konstitusinya memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui saluran pengalaman yang dibawa sejak lahir (Conny Semia-wan, 1988). Pada tahap awal perkembangan otak peserta didik, reaksi-reaksi berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan menjadi suatu organisasi mental yang semakin mantap dan terstruktur.

Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas, fungsi dan ciri setiap belahan otak adalah khusus dan membuat reaksi secara berbeda terhadap berbagai jenis pengalaman belajar. Keterlibatan otak sebelah kanan lebih tertuju pada variabel keseluruhan, holistik (utuh), imaginatif, sedangkan belahan otak sebelah kiri lebih berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional, linear dan teratur. Emosi, terletak dalam ke dua belahan otak dan memberi warna tertentu terhadap kejadian belajar yang dialami oleh seseorang. Bila keseimbangan berfungsinya kondisi otak terjaga, dengan melibatkan emosi, maka terjadilah belajar kreatif.

Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap pelaksanaan pembelajaran khususnya pada jenjang SMA, maka perlu dikemukakan sejumlah pandangan dari para ahli pendidikan dan pembelajaran. Ada tiga pakar pendidikan yang teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu John Dewey, Vygotsky, dan Ausubel.

Menurut Dewey (2001), tugas sekolah adalah memberi pengalaman belajar yang tepat bagi peserta didik. Selanjutnya ditegaskan bahwa tugas guru adalah membantu peserta didik menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain, termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar yang baru melalui pengalaman belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif peserta didik dan menjadi pengetahuan baru bagi peserta didik.

Menurut Vygotsky (2001), terdapat hubungan yang erat antara pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada pengertian yang lebih abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh pengalaman sehari-hari, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial.

Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke dalam memori jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru apabila memiliki makna. Pengalaman belajar adalah interakasi antara subjek belajar dengan objek belajar, misalnya peserta didik mengerjakan tugas membaca, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala, peristiwa, percobaan, dan sejenisnya. Agar pengalaman belajar yang baru menjadi pengetahuan baru, semua konsep dalam matapelajaran diusahakan memiliki nilai terapan di lapangan.

Summber : Bimtek KTSP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembelajaran Berdiferensiasi

  Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu m...