Pembelajaran
Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di
kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson
(1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi,
seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar
murid.
Melakukan
pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan
32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru
harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan
yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan
yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula
memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi
bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya
kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana
guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam
waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau
Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda
dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana guru akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan
belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang
berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid
untuk belajar dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan belajar yang tinggi.
Bagaimana guru memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada
dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana
guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas,
namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun murid melakukan kegiatan yang
mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana
guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang
telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan,
dan kemudian menyesuaikan rencana dan proses pembelajaran.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat melihat kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek
tersebut adalah:
- Kesiapan belajar murid (readiness)
- Minat murid
- Profil
belajar murid
Kesiapan belajar (readiness)
adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep,
atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan
murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka
tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang
memadai, mereka tetap dapat menguasai
materi atau keterampilan baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson
(2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan
tombol equalizer pada
stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya
Anda akan menggeser-geser tombol equalizer
tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar,
menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan
menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan
menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut
sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk
menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan
mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang
diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan
respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan
memberikan kepuasan diri. Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan
melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:
- membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri
untuk belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk
- mempelajari
ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
- meningkatkan
motivasi murid untuk belajar.
Minat
sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional.
Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh
peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang
anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun
sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara
dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu
visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu
untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini
disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap
hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin
saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang
menarik atau menghibur.
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara alami dan efisien. Sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri.
Sumber : Modul CGP
Pembelajaran Berdiferensiasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar